Kota Semarang sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah tergolong Kota Besar yang mempunyai aneka ragam fungsi dan peran, yakni sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, industri, kota transit angkutan dan transit wisata.
Semarang merupakan Gerbang Pintu Jawa Tengah dengan sarana perhubungan yang lengkap (darat, laut, udara dan darat) mempunyai jaringan jalan raya berbagai jurusan kota serta menjadi lintas utama hubungan darat Jakarta–Surabaya.
Secara geografis wilayah Kota Semarang terbagi 2 yaitu daerah rendah (kota bawah) dan daerah perbukitan (kota atas). Kota bawah untuk pemerintahan, perdagangan & industri sedangkan Kota atas banyak dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan dan hutan.
Kota Semarang memiliki ketinggian antara 0.75 sampai 348.000 meter diatas garis pantai. Kota Semarang terdiri dari 16 Kecamatan yaitu 6 daerah perbukitan dan 10 daerah daratan.
Dengan karakteristik wilayah tersebut Semarang berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob dan tanah longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini saling terkait, dengan sebab baik karena kondisi awal alamnya maupun karena dampak pembangunan.
Banjir sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran pantai. Kawasan potensi bencana banjir secara umum diklasifikasikan menjadi:
- Kawasan Pesisir/Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level, MSL), dan menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai. Di samping itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak dari gelombang pasang yang tinggi, sebagai akibat dari badai angin topan atau gempa yang menyebabkan tsunami.
- Kawasan Dataran Banjir (Flood Plain Area) adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang kemiringan muka tanahnya sangat landai dan relatif datar. Aliran air dari kawasan tersebut menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan potensi banjir menjadi lebih besar, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan sedimen yang sangat subur, dan terdapat di bagian hilir sungai. Seringkali kawasan ini merupakan daerah pengembangan kota, seperti permukiman, pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila dilalui oleh sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar, seperti Kali Garang/Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena debit banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut. Potensi bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air laut.
- Kawasan sempadan sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu.
- Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat dihindarkan.
Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah pesisir/pantai dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir limpasan sungai/banjir kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob).
Banjir pasang (rob) ini terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu eksploitasi air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri dari batuan muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta pengaruh gaya tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan genangan rob yang semakin besar.
Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor. Kota Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi bencana longsor yang mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan perhatian.
Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Kota Semarang, musim kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang minimum.
Sebagian besar daerah yang mengalami kekeringan terdapat di Semarang atas. Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan risiko cuaca ekstrim.