Menu Tutup

“Djiko, Relawan Donor Darah ke 177 Kali”

“Kalau nanti organ tubuh papih masih bisa dipake orang ya biar diambil orang, karena saya ingin melihat orang lain juga bisa ikut merasakan sehat”

Terlihat masih kelihatan sehat, bugar dan prima meskipun usia sudah tidak muda lagi alias lanjut usia. Pada usia ke 58 th, Djunaidi Prawiro masih aktif mendonorkan darahnya. Ditemui di gedung Unit Donor Darah PMI Kota Semarang usi donor darah. Djiko Panggilan akrabnya menceritakan kisah perjalanan hidupnya menjadi relawan donor darah.

Anak ke 6 dari 10 bersaudara, Djiko dilahirkan di Madura, namun sejak balita bersama orangtua tinggal di Kota Semarang hingga kelas 1 SD. Agar beban orangtua lebih ringan, bersama adik saya diajak Kakak ke Kota Madiun untuk tinggal bersamanya, kata Djiko. Disana tinggal di Panti Asuhan yang dipimpin saudara. “Tidak ada pilih kasih selama tinggal di Panti Asuhan, semua anak diperlakukan sama,” kata Djiko.

Pertama kali donor usia sekitar 13 atau 15 tahun. Kejadiannya keluarga saya pedonor semua, khususnya saya keatas, kalau adik2 saya tidak. Ceritanya waktu di panti asuhan, waktu itu cari pendonor tuh susah, kakak-kakak saya memang sudah jadi pendonor masih kurang, waktu itu saya diajak tapi bukan diajak untuk mendonor, “Yuk ikut yuk” ya saya ikut. Karena pendonor dahulu disana masih kurang, saya pun diajukan oleh kakak saya, “Ini bagaimana kalau adik saya?” syarat2nya keliatannya tidak bisa, karena kan minimal 17 tahun, waktu itu saya tidak paham, dan semua syarat2 sebenarnya saya sudah memenuhi tapi hanya kendala di umur saja. Dulu tubuh saya gemuk, saat kelas 1 SMP berat badan sudah mencapai 60kg.

Saat diperiksa dokter, akhirnya dengan terpaksa diperbolehkan oleh dokter untuk donor darah, padahal saya orang yang takut dengan jarum, sampai sekarang pun saya takut dengan jarum. Namun Kakak terus menyemangati saya “Ga pa-pa, kamu gausah liat jarum, menghadap saja kearah lain”, kata Kakak dengan senyum. Akhirnya sejak saat itu saya mulai rajin donor darah, lalu setiap kakak saya donor, ya saya selalu diajak, itu sekitar tahun 1975, terus donor hingga 7-8 kali.
Masa-masa sekolah SD & SMP di habiskan di Kota Madiun. Kemudian pindah dan meneruskan sekolah di Migas Cepu. Di Kota Cepu belum ada gedung PMI jadi kalau donor saya ke semarang kalau pas ada liburan.

Di Semarang tercatat per 4 september 2018 sudah 176 kali donor darah, itupun belum di hitung yang dimadiun, karena manajemen atau kurangnya perkembangan teknologi sehingga tidak bisa terlacak.
Pada tahun 1977, saya pertama kali donor darah di Semarang. Dulu karena masih sekolah tidak terlalu rutin sekitar 2 bulan sekali, kalau sekarang bisa rutin hingga mengikuti donor darah apherhesis yang dapat diambil dua minggu sekali.

Takut Jarum Suntik
Takut jarum sampai saat ini masih saya alami, “Thrauma, karena saat kelas 3 atau 4 SD jatuh sakit lalu di suntik oleh dokter, kemudian lumpuh selama 2 minggu tidak bisa gerak dan tidak bisa jalan,” kata Dji Ko.
Saya memiliki 4 orang anak. Anak pertama lahir perempuan di tahun 1984. Walaupun saya buruh dengan bekerja keras dan bersusah payah, saya berusaha menyekolahkan anak hingga jadi sarjana. Ke dua juga perempuan disusul adiknya lahir kembar laki-laki.

Kalau saya donor tubuh saya merasa enak. “darah yang sudah lama ditubuh tuh kan kotor, jadi nanti memproduksi lagi yang namanya darah baru, itulah yang membuat badanmu terasa enak”. Karena kalau kita jadi pendonor juga kita bisa membantu sesama.
Saya terus mengajak anak-anak saya untuk melakukan donor darah juga tapi kelihatannya mereka belum bisa memenuhi persyaratan karena dari berat badan minimalnya tidak sampai jadi tidak bisa, pinginnya sih mereka donor tapi ya belum bisa memenuhi persyaratannya. Tapi ya saya ajak teman-teman saya dan waktu saya kerja ikut orang, saya koordinasi dengan perusahaan untuk mengadakan donor darah, agar bisa membantu orang-orang yang membutuhkan.

Donor itu juga bisa menyatukan kita semua. “saya tidak tahu itu donor saya diambil oleh orang kristen, islam, budha, hindu, atau yang lainnya”. jadi tidak membedakan satu sama lain. Berusaha terus berbagi semampunya bagi orang yang membutuhkan, misalnya mendonorkan mata saya. Tapi saya kan punya keluarga, mereka belum tentu mengizinkan kalau saya mendonorkannya, ya walupun saya masih bisa melihat dengan satu mata saja, tetapi juga sekarang mata saya sudah tidak sehat jadi ya tidak bisa mendonorkannya.

Saya pesen sama anak2 saya “kalau nanti organ tubuh papih masih bisa dipake orang ya biar diambil orang, karena saya ingin melihat orang lain juga bisa ikut merasakan sehat.” (Ulfa)

Biodata
Nama : Djunaidi Prawiro ( Djikho)
TTL : Madura, 17 Oktober 1961
Alamat : Jl. Kapas Utara III blok i/167. Genuk Indah, Semarang
Gol Darah : O rhesus +
No Hp : 081326431111
Pendidikan : Akademi MIGAS – Cepu
Pekerjaan : Swasta
Donor : 176 kali per 4 September 2018